Selasa, 11 Maret 2014

Hiburan Gamelan penuh Pendidikan

Siapa yang tidak mengenal nama Ki Hadjar Dewantara?

Sebagai pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda, beliau mengapresiasi seni sebagai perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah, hingga dapat menggerakkan perasaan manusia. Gamelan sebagai bagian dari perwujudan seni, dipakai sebagai sebuah sarana untuk mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan. Konsep NENG NING NUNG NANG dari Ki Hadjar Dewantara terinspirasi dari gamelan.

NENG : meneng atau diam.
Tenang dan tidak panik dalam menghadapi permasalahan.

NING : wening.
Adanya ketentraman batin sehingga hati dan pikiran jernih untuk mencari pemecahan masalah.

NUNG : hanung.
Kebesaran jiwa untuk menerima kritik dan saran dari pihak lain dan tidak berpandangan sempit.

NANG : menang.
Yaitu kemenangan moral atau fisik setelah proses Neng, Ning, dan Nung.

Kendhang : kendhali lan padang.
Mengendalikan keinginan dengan pikiran dan hati yang bersih.

Gong : agung/ besar.
Manusia seharusnya tidak lupa kepada Sang Pemberi Hidup.

Bonang : babon dan menang.
Pemenang sejati adalah orang yang bisa mengontrol hawa nafsu.

Penenembung : meminta.
Mintalah segala sesuatu kepada Tuhanmu dengan pengharapan.

Penerus : anak keturunan.
Pengetahuan wajib diteruskan.

Saron : seru atau keras.
Segala usaha harus dilakukan dengan kerja keras tanpa putus asa.

Suling : nafsu dan eling.
Kita harus selalu ingat (eling) kepada Tuhan.

Peking : percaya lan eling.
Percaya dan selalu ingat bahwa manusia hanyalah titah dari Yang Maha Kuasa.



sumber :
https://id-id.facebook.com/YogyakartaGamelanFestival/posts/598988413453660
https://www.youtube.com/watch?v=16_nS0nkWUs

Senin, 10 Maret 2014

GUDEG, "Perut Kenyang, Lidah Bergoyang..."

Gudeg (bahasa Jawa gudheg) adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Perlu waktu berjam-jam untuk membuat masakan ini. Warna coklat biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek.
Ada berbagai varian gudeg, antara lain:
  • Gudeg kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh kental, jauh lebih kental daripada santan pada masakan padang.
  • Gudeg basah, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh encer.
  • Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya berwarna putih.


Gudeg adalah salah satunya. Makanan khas Jogjakarta ini berasal dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Gudeg komplit biasanya berisi nasi, kuah santan, ayam kampung, opor ayam, telur, tahu dan sambal goreng krecek. Apabila kita pergi ke daerah Jogjakarta, belum lengkap rasanya kalau belum mencicipi gudeg. Gudeg pun ada variannya, ada gudeg kering yang disajikan dengan areh kental, gudeg basah yang disajikan dengan areh encer dan gudeg manggar yang disajikan dengan areh berwarna putih.

Membuat gudeg memang diperlukan waktu yang lama tetapi cara pembuatannya pun relatif mudah. Satu buah nangka, ayam yang telah dipotong – potong dan juga telur rebus. Nangka tersebut direndam dalam larutan air kapur sirih sekitar 1 jam, cuci dan tiriskan.
Untuk bumbunya, pertama rebus santan bersama air teh, nangka, ayam, bumbu halus, angkak, lengkuas, daun salam, gula merah , dan garam, masak sampai agak kering. Masukkan telur rebus ke dalam bumbu yang telah jadi. Sangat nikmat apabila disajikan dengan nasi putih panas.
Di Yogyakarta, gudeg basah dapat ditemukan di sepanjang Jalan Kaliurang kawasan Barek dan Jalan Adisucipto, atau mbok-mbok penjual gudeg di pasar-pasar tradisional.Gudeg kering bisa ditemukan di daerah Karang Asem. Gudeg manggar tidak banyak dijual, tetapi kita masih dapat menemukannya di beberapa kawasan di daerah Bantul dan juga Warung Makan Mbok Brewok di Jalan Parangtritis.
Sumber : 
 http://id.wikipedia.org/wiki/Gudeg
http://travelistasia.com/gudeg-flavour-of-jogjakarta/

Berjalan-jalan Naik Andong di Yogyakarta

Andong merupakan salah satu angkutan transportasi di Yogyakarta. Andong merupakan kendaraan transportasi yang memanfaatkan tenaga binatang berupa kuda. Andong pada dasarnya mirip dengan kereta-kereta yang dipakai para bangsawan pada masa lalu ataupun keluarga kerajaan, tengok saj museum kereta di Museum Kereta di Yogyakarta di Jl. Rotowijayan namun bentuk andong lebih sederhana tapi secara konstruksi hampir sama.
Andong dibeberapa tempat disebut delman, bendi, ataupun sado. Di Yogyakarta dahulu merupakan satu kebanggaan tersendiri jika mempunyai kendaraan ini, karena ini sebagai penanda satus sosialnya yankni sebagai bangsawan atau priyayi atau kerabat keraton. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VII, waktu itu rakyat kecil tidak diperkenankan untuk menggunakan kendaraan tersebut. Namun pada masa Sultan Hamengku Buwono VIII barulah kendaraan ini boleh digunakan oleh masyarakat umum meskipun masih di terbatas bagi masyarakat berada yakni kalangan pengusaha dan pedagang saja.

Andong saat ini dapat anda nikmati tanpa harus memandang status sosialnya, dan dapat anda temui di beberapa tempat mangkalnya, yang terbanyak adalah di sepanjang malioboroataupun sekitar Pasar Beringharjo dan juga Alun alun utara Yogyakarta. Di empat kabupaten di Daerah Istimewa Ygyakarta ini pun dapat anda jumpai namun tidak terlalu banyak. Dari jenisnya andong inipun saat ini dibedakan menjadi 2 jenis yakni andong wisata dan andong non wisata. Bentuk dan ukuran serta fungsi sebenarnya sama saja hanya saja untuk andong wisata lebih bersih dan kusirnya  menggunakan pakain jawa yang berupa surjan lurik, blangkon, dan celana panjang hitam. Jumlah andong wisata ini tidak terlalu banyak hanya sekitar 100 unit dan hanya di kota Yogyakarta saja.
Secara pasti tarif yang dikenakan tidak ada hanya berdasarkan kesepakatan saat akan naik, namun untuk rute malioboro, keraton kasultanan yogyakarta, tamansari kemudian melewati pojok benteng kulon ke arah utara dan berakhir kembali di Malioboro tarif yang yang dibayar kurang lebih Rp. 25.000,- hingga Rp. 50.000,-. Keberadaan andong tersebut sangat cocok untuk mendukung ke-khas-an kota yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata, karena menikmati kendaraan ini tidak dapat anda jumpai di daerah lain.

Rabu, 05 Maret 2014

Manis Romantis di Pantai Parangtritis

Pantai Parangtritis terletak 27 km selatan Kota Jogja dan mudah dicapai dengan transportasi umum yang beroperasi hingga pk 17.00 maupun kendaraan pribadi. Sore menjelang matahari terbenam adalah saat terbaik untuk mengunjungi pantai paling terkenal di Yogyakarta ini. Namun bila Anda tiba lebih cepat, tak ada salahnya untuk naik ke Tebing Gembirawati di belakang pantai ini. Dari sana kita bisa melihat seluruh area Pantai Parangtritis, laut selatan, hingga ke batas cakrawala.
Pssst, YogYES akan memberitahu sebuah rahasia. Belum banyak orang tahu bahwa di sebelah timur tebing ini tersembunyi sebuah reruntuhan candi. Berbeda dengan candi lainnya yang terletak di daerah pegunungan, Candi Gembirawati hanya beberapa ratus meter dari bibir Pantai Parangtritis. Untuk menuju candi ini, kita bisa melewati jalan menanjak dekat Hotel Queen of the South lalu masuk ke jalan setapak ke arah barat sekitar 100 meter. Sayup-sayup gemuruh ombak laut selatan yang ganas bisa terdengar dari candi ini.
Pantai Parangtritis sangat lekat dengan legenda Ratu Kidul. Banyak orang Jawa percaya bahwa Pantai Parangtritis adalah gerbang kerajaan gaib Ratu Kidul yang menguasai laut selatan. Hotel Queen of the South adalah sebuah resort mewah yang diberi nama sesuai legenda ini. Sayangnya resort ini sekarang sudah jarang buka padahal dulu memiliki pemandangan yang sanggup membuat kita menahan nafas.

Sunset yang Romantis di Parangtritis

Ketika matahari sudah condong ke barat dan cuaca cerah, tibalah saatnya untuk bersenang-senang. Meskipun pengunjung dilarang berenang, Pantai Parangtritis tidak kekurangan sarana untuk having fun. Di pinggir pantai ada persewaan ATV (All-terrain Vechile), tarifnya sekitar Rp. 50.000 - 100.000 per setengah jam. Masukkan persneling-nya lalu lepas kopling sambil menarik gas. Brrrrooom, motor segala medan beroda 4 ini akan melesat membawa Anda melintasi gundukan pasir pantai.
Baiklah, ATV mungkin hanya cocok untuk mereka yang berjiwa petualang. Pilihan lain adalah bendi. Menyusuri permukaan pasir yang mulus disapu ombak dengan kereta kuda beroda 2 ini tak kalah menyenangkan. Bendi akan membawa kita ke ujung timur Pantai Parangtritis tempat gugusan karang begitu indah sehingga sering dijadikan spot pemotretan foto pre-wedding. Senja yang remang-remang dan bayangan matahari berwarna keemasan di permukaan air semakin membangkitkan suasana romantis.
Pantai Parangtritis juga menawarkan kegembiraan bagi mereka yang berwisata bersama keluarga. Bermain layang-layang bersama si kecil juga tak kalah menyenangkan. Angin laut yang kencang sangat membantu membuat layang-layang terbang tinggi, bahkan bila Anda belum pernah bermain layang-layang sekalipun.
Masih enggan untuk pulang walau matahari sudah terbenam? Tak lama lagi beberapa penjual jagung bakar akan menggelar tikar di pinggir pantai, kita bisa nongkrong di sana hingga larut malam. Masih juga belum mau pulang? Jangan khawatir, di Pantai Parangtritis tersedia puluhan losmen dan penginapan dengan harga yang terjangkau.

Sumber. http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/beach/parangtritis/

"Ingak Inguk" Tari Angguk

Asal-usul
Kesenian Angguk merupakan satu dari sekian banyak jenis kesenian rakyat yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kesenian angguk berbentuk tarian disertai dengan pantun-pantun rakyat yang berisi pelbagai aspek kehidupan manusia, seperti: pergaulan dalam hidup bermasyarakat, budi pekerti, nasihat-nasihat dan pendidikan. Dalam kesenian ini juga dibacakan atau dinyanyikan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab Tlodo, yang walaupun bertuliskan huruf Arab, namun dilagukan dengan cengkok tembang Jawa. Nyanyian tersebut dinyanyikan secara bergantian antara penari dan pengiring tetabuhan. Selain itu, terdapat satu hal yang sangat menarik dalam kesenian ini, yaitu adanya pemain yang “ndadi” atau mengalami trance pada saat puncak pementasannya. Sebagian masyarakat Yogyakarta percaya bahwa penari angguk yang dapat “ndadi” ini memiliki “jimat” yang diperoleh dari juru-kunci pesarean Begelen, Purworejo.

Tarian angguk diperkirakan muncul sejak zaman Belanda1, sebagai ungkapan rasa syukur kapada Tuhan setelah panen padi. Untuk merayakannya, para muda-mudi bersukaria dengan bernyanyi, menari sambil mengangguk-anggukkan kepala. Dari sinilah kemudian melahirkan satu kesenian yang disebut sebagai “angguk”. Tari angguk biasa digelar di pendopo atau di halaman rumah pada malam hari. Para penontonnya tidak dipungut biaya karena pertunjukan kesenian angguk umumnya dibiayai oleh orang yang sedang mempunyai hajat (perkawinan, perayaan 17 Agustus-an dan lain-lain).

Jenis-jenis Angguk dan Pemain
Tarian yang disajikan dalam kesenian angguk terdiri dari dua jenis, yaitu: (1) tari ambyakan, adalah tari angguk yang dimainkan oleh banyak penari. Tarian ambyakan terdiri dari tiga macam yaitu: tari bakti, tari srokal dan tari penutup; dan (2) tari pasangan, adalah tari angguk yang dimainkan secara berpasangan. Tari pasangan ini terdiri dari delapan macam, yaitu: tari mandaroka, tari kamudaan, tari cikalo ado, tari layung-layung, tari intik-intik, tari saya-cari, tari jalan-jalan, dan tari robisari.

Pada mulanya angguk hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja. Namun, dalam perkembangan selanjutnya tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Para pemain angguk ini mengenakan busana yang terdiri dari dua macam, yaitu busana yang dikenakan oleh kelompok penari dan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring. Busana yang dikenakan oleh kelompok penari mirip dengan busana prajurit Kompeni Belanda, yaitu: (1) baju berwarna hitam berlengan panjang yang dibagian dada dan punggunya diberi hiasan lipatan-lipatan kain kecil yang memanjang serta berkelok-kelok; (2) celana sepanjang lutut yang dihiasi pelet vertikal berwarna merah-putih di sisi luarnya; (3) topi berwarna hitam dengan pinggir topi diberi kain berwarna merah-putih dan kuning emas. Bagian depan topi ini memakai “jambul” yang terbuat dari rambut ekor kuda atau bulu-bulu; (3) selendang yang digunakan sebagai penyekat antara baju dan celana; (4) kacamata hitam; (5) kaos kaki selutut berwarna merah atau kuning; dan (6) rompi berwarna-warni. Sedangkan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring adalah: (1) baju biasa; (2) jas; (3) sarung; dan (4) kopiah.

Peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Angguk diantaranya adalah: (1) kendang; (2) bedug; (3) tambur; (4) kencreng; (5) rebana 2 buah; (6) terbang besar dan (6) jedor.

Nilai Budaya
Seni apa pun pada dasarnya mengandung nilai estetika, termasuk seni tari angguk.yang ada di kalangan masyarakat Yogyakarta. Namun demikian, jika dicermati secara seksama kesenian ini hanya bernilai estetis dan berfungsi sebagai hiburan semata. Akan tetapi, justuru yang menjadi rohnya adalah nilai kesyukuran. Dalam konteks ini adalah bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kemurahannya (memberi hasil panen yang melimpah)

Sumber:  http://uun-halimah.blogspot.com/2008/05/tari-angguk-daerah-istimewa-yogyakarta.html